Popular Posts

Kode

Blogger news

Blogroll

About

Categories

Jadikan Hari Mu lebih Berwarna Dengan Memabaca

Powered by Blogger.
Tuesday 26 August 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.
Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi. hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.



BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses HAM
Pengakuan terhadap HAM bagi setiap individu sebenarnya telah dihayati dan dipahami sejak dahulu. Penghormatan terhadap HAM ditentukan pada pelaksanaan HAM oleh para penguasa negara. Sejarah mencatat bahwa pada masa pemerintahan monarkhi absolut di Eropa banyak terjadi pembatasan dan pelanggaran HAM, hal tersebut bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan raja-raja yang pada waktu itu menganggap dirinya sebagai wakil Tuhan di dunia. Menurut konsep kontrak sosialnya thomas Hobbes, adalah sebagai bentuk penyerahan seluruh kekuasaan dan kemerdekaan individu kepada negara untuk mengatur tata tertib dalam masyarakat.
Hak Asasi Manusia (HAM) berkembang dan dikenal oleh dunia hukum modern sekitar abad 17 dan 18 di Eropah. HAM tersebut semula dimaksudkan untuk melindungi individu dari kekuasaan sewenang-wenang penguasa (raja). Namur dalam perkembangannya HAM bukan lagi milik segelintir orang, melainkan hak semua orang (universal) tanpa terkecuali. Atas dasar kesadaran itulah dilahirkan Deklarasi Universal HAM (Universal Declaration of Human Rights (UDHR)) tahun 1948.
Tonggak sejarah peradilan HAM internasional adalah peradilan Nurembeg yang dilakukan terhadap Hermann W. Goering (Pejabat Nazi) yang terjadi pada tahun 1946. Selain menegaskan prinsip pertanggungjawaban individu, Mahkamah Nuremberg juga memperkenalkan kategori-kategori kejahatan yang relatif baru, seperti kejahatan terhadap perdamaian (Crime against peace), kejahatan perang (War Crime), kejahatan terhadap kemanusiaan (Crime against humanity). Puncaknya pada saat Mahkamah Pidana Internasional yang disebut International Criminal Court (ICC) yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 2002.
Penegakan hukum pidana internasional mempunyai dua system, yaitu system penegakan hukum langsung (direct law enforcement) dan sitem penegakan hukum tidak langsung (indirect law enforcement). Dalam praktek system penegakan hukum langsung telah dilaksanakan olh beberapa Mahkamah Internasional ad hoc, seperti Nuremberg Trial, Tokyo Trial, hingga ICTY dan ICTR. Sejak 1 Juli 2002 didirikan ICC . Sementara penegakan hukum tidak langsung, dilakukan oleh pengadilan nasional tempat tindak pidana terjadi atau pengadilan lain yang mempunyai yurisdiksi atas tindak pidana yang terjadi.[2]
Puncaknya setelah perang Dunia ke II PBB dalam sidang umum tanggal 10 Desember 1948 dikeluarkan pernyataan umum tentang HAM, yang disebut The Universal Deklaration of Human Rights tentang prinsip-prinsip HAM yang harus dihormati dan ditaati oleh seluruh negara anggota PBB. Atas dasar itulah kemudian setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari HAM Internasional. Konsep tersebut dilandasi buah pikiran Presiden Amerika Serikat F.D. Roosevelt, yang mengemukakan empat kebebasan dasar manusia (the tour freedom of Roosevert), yaitu:
1. Kebebasan untuk berbicara (freedom of speach);
2. Kebebasan beragama (freedom of religion);
3. Kebebasan dari kemiskinan dan kemelaratan (freedom from want);
4. Kebebasan dari ketakutan (freedom from fear).
Dalam perkembangan selanjutnya banyak bermunculan berbagai kovenan atau konvensi yang mengatur tentang HAM, di antaranya: The International Covenan on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang hak-hak di bidang ekonomi, sosial dan budaya) tanggal 16 Desember 1966 (yang berlaku tanggal 3 januari 1976) dan The International Covenantion in civil and political rights (Konvenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik) tanggal 16 Desember 1966 (yang mulai berlaku tanggal 23 Maret 1976), dan lain sebagainya.

B. Pemajuan HAM
Pemajuan dan perlindungan HAM telah menjadi salah satu program pemerintah sejalan dengan proses reformasi dan pemantapan kehidupan berdemokrasi yang sedang berlangsung. Bangsa Indonesia melalui wakil-­wakilnya di MPR telah mengambil suatu sikap yang lebih tegas dalam rangka pemajuan dan perlindungan HAM dengan mengesahkan ketetapan No.XVII/MPR/1998 mengenai HAM yang memuat Piagam HAM, diikuti dengan perubahan kedua UUD 1945 yang memasukkan pasal-­pasal yang secara rinci dan tegas mengatur tentang pemajuan dan perlindungan HAM. Untuk lebih melindungi clan memajukan HAM, Pemerintah telah mengesahkan Undang Undang HAM No.39 tahun 1999 dan Undang-Undang No.26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Hingga saat ini Indonesia telah meratifikasi 4 dari 6 instrumen pokok HAM intemasional, yaitu Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan, Konvensi Hak Anak, Konvensi Menentang Penyiksaan clan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial. Indonesia telah pula menandatangani Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak dan Protokol Tambahan Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan. Indonesia saat ini sedang dalam proses meratifikasi Kovenan Intemasional Hak-Hak Sipil clan Politik dan Kovenan Intemasional Hak-­Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Indonesia telah pula mengadopsi sejumlah peraturan untuk melindungi hak-hak perempuan dan anak dari upaya-upaya trafiking yaitu dengan Undang-Undang No.32 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Keputusan Presiden No.59 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Anak, Keputusan Presiden No.87 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (PESKA) dan Keputusan Presiden No.88 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (P3A).
Dalam hal kelembagaan, Komisi Nasional HAM telah dibentuk pada tahun 1993 dengan Keputusan Presiden No.50 tahun 1993 yang kemudian dikukuhkan dengan Undang-Undang No.39 tahun 1999, Komisi Anti Kekerasan terhadap Perempuan telah dibentuk pada tahun 1998 dengan Keputusan Presiden no.181 tahun 1998, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia dibentuk pada tahun 2003 melalui Keputusan Presiden no. 77 tahun 2003.



C. Penghormatan Ham
Salah satu tonggak dalam upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan hak asasi manusia yang telah mendapat perhatian dunia internasional, adalah ketika organisasi Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) membentuk Komisi PBB untuk Hak Asasi Manusia pada 1946. Langkah untuk pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM semakin nyata ketika Majelis Umum PBB mengeluarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada 10 Desember 1948. Deklarasi ini menjadi salah satu acuan bagi negara-negara anggota PBB untuk menyusun langkah-langkah dalam penegakan HAM. Meski demikian, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tidak bersifat mengikat negara-negara anggota PBB. Secara rinci, hak-hak asasi manusia tercantum dalam pembukaan dan 30 pasal yang terdapat di dalam deklarasi tersebut.
Peran serta dan upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia, tidak terlepas dari kesadaran internal atas perkembangan opini dunia terhadap masalah-masalah demokratisasi dan hak asasi manusia. Hal ini dapat kita lihat pada Pembuakaan UUD 1945 dan Batang Tubuhnya yang mencumkan prinsip-prinsip pelaksanaan HAM.
Dalam perkembangan lebih lanjut, peran serta dan upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia dilakukan melalui hal-hal berikut :
1.      Pada tanggal 7 Juni 1993, telah diupayakan berdirinya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai tindak lanjut Lokakarya tentang HAM yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri RI dengan dukungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Salah satu tujuan pembentukan Komnas HAM adalah untuk meningkatkan perlindungan hak asasi manusia. Demi mewujudkan tujuan tersebut, maka Komnas HAM melakukan rangkaian kegiatan antara lain :
a.         Menyebarluaskan wawasan nasional dan internasional mengenai hak asasi manusia baik kepada masyarakat Indonesia maupun kepada masyarakat internasional
b.        Mengkaji berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak asasi manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan/atau ratifikasinya.
c.         Memantau dan menyelidiki pelaksanaan hak-hak asasi manusia serta memberikan pendapat, pertimbangan, dan saran kepada badan pemerintah negara mengenai pelaksanaan hak asasi manusia.
d.        Mengadakan kerja sama regional dan internasional dalam rangka memajukan dan melindungi hak asasi manusia.
2.      Paska Orde Baru (era reformasi), perhatian terhadap upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia semakin nyata, yakni dengan disahkannya Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia pada tanggal 13 November 1998. Dalam ketetapan tersebut, MPR menugaskan kepada lembaga-lembaga negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan pemahaman tentang HAM. Selain itu, Presiden dan DPR juga ditugaskan untuk segera meratifikasi berbagai instrumen internasional tentang HAM.
3.      Landasan bagi penegakan HAM di Indonesia semakin kokoh setelah MPR melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Dalam amandemen UUD 1945 tersebut persoalan HAM mendapat perhatian yang khusus dengan ditambahkannya bab XA tentang Hak Asasi Manusia yang terdiri atas pasal 28 A hingga 28 J. hal ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam menegakkan hak asasi manusia.
4.      Tonggak lain dalam sejarah penegakkan hak asasi manusia di Indonesia adalah berdirinya pengadilan HAM yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 26 tahun 2000. Pengadilan HAM ini merupakan suatu pengadilan yang secara khusus menangani kejahatan pelanggaran HAM berat yang meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
5.    Pembentukan lembaga-lembaga yang menangani kejahatan HAM dan penyusunan beberapa instrumen hukum pokok yang mengatur perlindungan terhadap HAM, secara nyata telah mendorong penegakan HAM di Indonesia. Beberapa kasus kejahatan HAM yang terjadi pada masa lalu kini mulai terkuak. seperti penanganan protes massa Tanjung Priok 1984, kerusuhan dan penembakan mahasiswa pada Mei 1998.
6.    Pembentukan Komisi Penyelidik Pelanggraan (KPP) HAM tahun 2003 yang mempunyai tugas pokok untuk menyelidiki kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM. Di antara kasus-kasus tersebut bahkan kasus Tanjung Priok dan kasus Timor-Timur telah ditangani oleh Pengadilan HAM.
7.    Di sisi lain, melalui berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), banyak pihak melakukan pembelaan dan bantuan hukum (advokasi) terhadap para korban kejahatan HAM.

D. Penegakkan Ham
Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak seperti hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak untuk mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan merupakan hak yang tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun, seperti yang tercantum pada rumusan hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia vide Tap MPR No. XVII/MPR/1998.
Konsep hak asasi manusia sebagai hak yang melekat pada diri manusia sebagai hak yang harus dihormati dan dilindungi, pada awalnya tumbuh pada tataran nasional di Inggris, Amerika Serikat (AS), dan Perancis pada abad ke-17 dan 18. Hal itu terbukti dengan dikeluarkannya Bill of Rights pada tahun 1689 di Inggris, Virginia Declaration of Rights dan Declaration of Independence pada tahun 1776 di AS, Déclaration des Droits de l’Homme et du Citoyen pada tahun 1789 di Perancis, dan Bill of Rights pada tahun 1791 di AS. Instrumen-instrumen nasional ini menetapkan pokok-pokok yang sekarang dikenal sebagai human rights (hak asasi manusia).
            Pada abad ke-19 dan dasawarsa awal abad ke-20, konsep hak asasi manusia (HAM) mulai berkembang di tataran internasional. Konsep ini sudah mulai dianut oleh komunitas bangsa-bangsa dalam melakukan hubungan di antara mereka. Upaya komunitas internasional untuk memantapkan pengakuan dan penghormatan HAM mencapai kulminasinya pada tanggal 10 Desember 1948 dengan diterima dan diproklamasikannya Universal Declaration of Human Rights (UDHR). Deklarasi ini menetapkan hak dan kebebasan setiap orang yang harus diakui dan dihormati serta kewajiban setiap orang untuk dipenuhi.
Walaupun terlambat, lima puluh tahun setelah PBB memproklamasikan UDHR, lahirnya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan tonggak sejarah yang strategis dalam bidang HAM di Indonesia. Tenggang waktu setengah abad yang dirasa cukup lama menunjukkan bahwa betapa rumitnya bangsa ini dalam mengadopsi dan menyesuaikan nilai-nilai universal dengan nilai-nilai mengenai HAM yang sudah dianut.
Terbentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada tahun 1993 mendapat tanggapan positif dari berbagai kalangan di Indonesia, terbukti dengan banyaknya laporan dari masyarakat kepada Komnas HAM sehubungan banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi selama ini. Hal ini di satu sisi menunjukkan betapa besarnya perhatian bangsa Indonesia terhadap penegakan HAM, namun di sisi lain menunjukkan pula betapa prihatinnya bangsa Indonesia terhadap pelanggaran HAM yang selama ini terjadi di negeri ini.
Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden no.40 tahun 2004 telah mengesahkan Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM) Indonesia Kedua tahun 2004 - 2009 yang merupakan kelanjutan dari RAN HAM Indonesia Pertama tahun 1998 - 2003.

1. Pengakuan dan Upaya Menegakkan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Meskipun Republik Indonesia lahir sebelum diproklamirkannya UDHR, beberapa hak asasi dan kebebasan fundamental yang sangat penting sebenarnya sudah ada dan diakui dalam UUD 1945, baik hak rakyat maupun hak individu, namun pelaksanaan hak-hak individu tidak berlangsung sebagaimana mestinya karena bangsa Indonesia sedang berada dalam konflik bersenjata dengan Belanda. Pada masa RIS (27 Desember 1949-15 Agustus 1950), pengakuan dan penghormatan HAM, setidaknya secara legal formal, sangat maju dengan dicantumkannya tidak kurang dari tiga puluh lima pasal dalam UUD RIS 1949. Akan tetapi, singkatnya masa depan RIS tersebut tidak memungkinkan untuk melaksanakan upaya penegakan HAM secara menyeluruh.

2. Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia
Pendekatan keamanan yang terjadi di era Orde Baru dengan mengedepankan upaya represif tidak boleh terulang kembali. Untuk itu, supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan. Pendekatan hukum dan pendekatan dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat, memberikan perlindungan kepada setiap orang dari perbuatan melawan hukum, dan menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakkan hukum.
Sentralisasi kekuasaan yang terjadi selama ini perlu dibatasi. Desentralisasi melalui otonomi daerah dengan penyerahan berbagai kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah perlu dilanjutkan. Otonomi daerah sebagai jawaban untuk mengatasi ketidakadilan tidak boleh berhenti, melainkan harus ditindaklanjuti dan dilakukan pembenahan atas kekurangan yang selama ini masih terjadi.



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar yang dimiliki manusia karena martabatnya sebagai manusia dan bukan di berikan oleh masyarakat atau negara.
Sejarah kelahiran HAM di mulai di Inggris. Bangsa Inggris memiliki tradisi perlawanan terhadap para Raja yang berusaha untuk berkuasa secara mutlak.
a.       Tahun 1215, kaum bangsawan memaksa Raja John untuk menerbitkan Magna Charta Libertatum (Larangan penghukuman, penahanan, dan perampasan benda dengan sewenang-wenang).
b.      Tahun 1679, terbit Habeas Corpus Act (orang ditahan harus dihadapkan pada Hakim dalam waktu 3 hari dan di beritahu atas tuduhan apa ia ditahan).
c.       Tahun 1689, terbit Bill of Rights (Akta Deklarasi Hak dan Kebebasan Kawula dan Tatacara Suksesi Raja). Akta ini merupakan konstitusi modern pertama di dunia. Dalam Akta tersebut ditegaskan bahwa raja tunduk kepada parlemen, tidak dapat memungut pajak ataupun memiliki pasukan pada masa damai tanpa persetujuan parlemen, dan harus mengakui hak-hak parlemen. UU ini masih diskriminatif karena hanya mengakui hak kaum bangsawan (itupun hanya laki-laki).
Era Orde Baru (1966-1998) di bawah kepemimpinan Jenderal Soeharto yang menyatakan diri hendak melakukan koreksi secara menyeluruh terhadap penyimpangan Pancasila dan UUD 1945, juga tidak menunjukan perkembangan yang berarti. Walaupun menyatakan sebagai orde kontitusional dan pembangunan, tetapi rezim ini kurang konsisten terhadap konstitusi dan melakukan pelanggaran HAM atas nama pembangunan. Begitu pula rancangan Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban Warga Negara yang disusun oleh MPRS pada 1966 tidak kunjung muncul dalam bentuk ketetapan MPR hingga berakhirnya kekuasaan Orde Baru (1998).
DAFTAR PUSTAKA

Djehar, Muhammad Budairi, HAM versus Kapitalisme, Yogyakarta:           INSIST Press, 2003.

Ubaidillah Ahmad dkk, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani,           Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2000.

Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma.

Sadjiman, Djunaedi. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Daerah :Tanpa   Nama Penerbit.


Sumarsono, dkk. 2006. Pendidikan kewarganegaraan. Jakarta : Gramedia   Pustaka Utama.

0 comments: