Popular Posts
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama adalah suatu sistem nilai yang diakui dan diyakini kebenarannya dan merupakan jalan men...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan global merupakan momok yang mengerikan bagi para pengusaha industri ...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Entomologi adalah salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari serangga. Istilah ini bera...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuhan tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan mengalami gangguan oleh b...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Judul : Kiamat Kecil Di Sempadan Pulau C. Pengarang ...
-
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Rempah-rempah telah luas dikenal sebagai pemberi cita rasa atau bumbu dan disamping itu rempa...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu alamiah atau sering disebut ilmu pengetahuan alam (natural science), merupakan pengetahu...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain d...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Al-Qur ’ an sebagai kitab suci rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi seluruh alam yang didalamn...
-
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manggis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan tropis yang teduh di kawa...
Kode
Blogger news
Blogroll
About
Blog Archive
-
▼
2014
(36)
-
▼
August
(36)
-
▼
Aug 26
(31)
- MAKALAH IPA DAN TEKNOLOGI
- INTRAKSI SOSIAL
- INTRAKSI SPESIAL
- MAKALAH IMAN KEPADA RASUL
- MAKALAH ILMU TAJWID
- MAKALAH ILMU FILSAFAT
- MAKALAH IBADAH MADHA DAN GHOHIRU MADHA
- HUKUM KONTRAK
- MAKALAH HIDROGEN DAN MINYAK BUMI
- MAKALAH HAMA DAN PENYAKIT
- MAKALAH HAK ASASI MANUSIA (HAM)
- MAKALAH HAKIKAT MANUSIA
- MAKALAH GIZI DAN KESEHATAN
- MAKALAH FILSAFAT
- MAKALAH FASILITAS
- FAKTUR TEMPORAL
- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDIDIKAN
- MAKALAH ENTOMOLOGI LABA-LABA
- MAKALAH DOSA BESAR DAN SYIRIK
- MAKALAH DEMAM BERDARAH
- MAKALAH DAMPAK EKONOMI
- CERPEN
- BUNGA LAWANG
- MAKALAH BUMI DAN ISINYA
- MAKALAH BUMI DAN ALAM SEMESTA
- Makalah Buah Manggis
- Basket
- Bahasa dan Masyarakat
- Bahasa dan Kebudayaan
- Aspek Pemasaran
- AGAMA (MANUSIA)
-
▼
Aug 26
(31)
-
▼
August
(36)
Categories
- makalah (36)
Jadikan Hari Mu lebih Berwarna Dengan Memabaca
Powered by Blogger.
Tuesday 26 August 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang
dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan
yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga
merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang
sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih
dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era
sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup
tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai
kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau
pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik
untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak
Asasi Manusia”.
Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia
yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus
dihormati, dijaga, dan dilindungi. hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah
merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi
keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu
juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia
menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah
(Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses HAM
Pengakuan terhadap HAM bagi setiap individu sebenarnya telah dihayati dan
dipahami sejak dahulu. Penghormatan terhadap HAM ditentukan pada pelaksanaan
HAM oleh para penguasa negara. Sejarah mencatat bahwa pada masa pemerintahan
monarkhi absolut di Eropa banyak terjadi pembatasan dan pelanggaran HAM, hal
tersebut bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan raja-raja yang pada waktu itu
menganggap dirinya sebagai wakil Tuhan di dunia. Menurut konsep kontrak
sosialnya thomas Hobbes, adalah sebagai bentuk penyerahan seluruh kekuasaan dan
kemerdekaan individu kepada negara untuk mengatur tata tertib dalam masyarakat.
Hak Asasi Manusia (HAM) berkembang dan dikenal oleh dunia hukum modern
sekitar abad 17 dan 18 di Eropah. HAM tersebut semula dimaksudkan untuk
melindungi individu dari kekuasaan sewenang-wenang penguasa (raja). Namur dalam
perkembangannya HAM bukan lagi milik segelintir orang, melainkan hak semua
orang (universal) tanpa terkecuali. Atas dasar kesadaran itulah dilahirkan
Deklarasi Universal HAM (Universal Declaration of Human Rights (UDHR)) tahun
1948.
Tonggak sejarah peradilan HAM internasional adalah peradilan Nurembeg yang
dilakukan terhadap Hermann W. Goering (Pejabat Nazi) yang terjadi pada tahun
1946. Selain menegaskan prinsip pertanggungjawaban individu, Mahkamah Nuremberg
juga memperkenalkan kategori-kategori kejahatan yang relatif baru, seperti
kejahatan terhadap perdamaian (Crime against peace), kejahatan perang (War
Crime), kejahatan terhadap kemanusiaan (Crime against humanity). Puncaknya pada
saat Mahkamah Pidana Internasional yang disebut International Criminal Court
(ICC) yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 2002.
Penegakan hukum pidana internasional mempunyai dua system, yaitu system
penegakan hukum langsung (direct law enforcement) dan sitem penegakan hukum
tidak langsung (indirect law enforcement). Dalam praktek system penegakan hukum
langsung telah dilaksanakan olh beberapa Mahkamah Internasional ad hoc, seperti
Nuremberg Trial, Tokyo Trial, hingga ICTY dan ICTR. Sejak 1 Juli 2002 didirikan
ICC . Sementara penegakan hukum tidak langsung, dilakukan oleh pengadilan
nasional tempat tindak pidana terjadi atau pengadilan lain yang mempunyai
yurisdiksi atas tindak pidana yang terjadi.[2]
Puncaknya setelah perang Dunia ke II PBB dalam sidang umum tanggal 10 Desember
1948 dikeluarkan pernyataan umum tentang HAM, yang disebut The Universal
Deklaration of Human Rights tentang prinsip-prinsip HAM yang harus dihormati
dan ditaati oleh seluruh negara anggota PBB. Atas dasar itulah kemudian setiap
tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari HAM Internasional. Konsep tersebut
dilandasi buah pikiran Presiden Amerika Serikat F.D. Roosevelt, yang
mengemukakan empat kebebasan dasar manusia (the tour freedom of Roosevert),
yaitu:
1. Kebebasan untuk berbicara (freedom
of speach);
2. Kebebasan beragama (freedom of
religion);
3. Kebebasan dari kemiskinan dan
kemelaratan (freedom from want);
4. Kebebasan dari ketakutan (freedom
from fear).
Dalam perkembangan selanjutnya banyak bermunculan berbagai kovenan atau
konvensi yang mengatur tentang HAM, di antaranya: The International Covenan on
Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang hak-hak di
bidang ekonomi, sosial dan budaya) tanggal 16 Desember 1966 (yang berlaku
tanggal 3 januari 1976) dan The International Covenantion in civil and
political rights (Konvenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik)
tanggal 16 Desember 1966 (yang mulai berlaku tanggal 23 Maret 1976), dan lain
sebagainya.
B. Pemajuan HAM
Pemajuan dan perlindungan HAM telah menjadi salah satu program pemerintah
sejalan dengan proses reformasi dan pemantapan kehidupan berdemokrasi yang
sedang berlangsung. Bangsa Indonesia melalui wakil-wakilnya di MPR telah
mengambil suatu sikap yang lebih tegas dalam rangka pemajuan dan perlindungan
HAM dengan mengesahkan ketetapan No.XVII/MPR/1998 mengenai HAM yang memuat
Piagam HAM, diikuti dengan perubahan kedua UUD 1945 yang memasukkan
pasal-pasal yang secara rinci dan tegas mengatur tentang pemajuan dan
perlindungan HAM. Untuk lebih melindungi clan memajukan HAM, Pemerintah telah
mengesahkan Undang Undang HAM No.39 tahun 1999 dan Undang-Undang No.26 tahun
2000 tentang Pengadilan HAM.
Hingga saat ini Indonesia telah meratifikasi 4 dari 6 instrumen pokok HAM
intemasional, yaitu Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan,
Konvensi Hak Anak, Konvensi Menentang Penyiksaan clan Konvensi Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Rasial. Indonesia telah pula menandatangani Protokol
Tambahan Konvensi Hak Anak dan Protokol Tambahan Konvensi Penghapusan
Diskriminasi terhadap Perempuan. Indonesia saat ini sedang dalam proses
meratifikasi Kovenan Intemasional Hak-Hak Sipil clan Politik dan Kovenan
Intemasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Indonesia telah pula mengadopsi sejumlah peraturan untuk melindungi hak-hak
perempuan dan anak dari upaya-upaya trafiking yaitu dengan Undang-Undang No.32
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Keputusan Presiden No.59 tahun 2002
tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk
Anak, Keputusan Presiden No.87 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional
Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (PESKA) dan Keputusan Presiden
No.88 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan
dan Anak (P3A).
Dalam hal kelembagaan, Komisi Nasional HAM telah dibentuk pada tahun 1993
dengan Keputusan Presiden No.50 tahun 1993 yang kemudian dikukuhkan dengan
Undang-Undang No.39 tahun 1999, Komisi Anti Kekerasan terhadap Perempuan telah dibentuk
pada tahun 1998 dengan Keputusan Presiden no.181 tahun 1998, dan Komisi
Perlindungan Anak Indonesia dibentuk pada tahun 2003 melalui Keputusan Presiden
no. 77 tahun 2003.
C. Penghormatan Ham
Salah satu tonggak dalam upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan hak
asasi manusia yang telah mendapat perhatian dunia internasional, adalah ketika
organisasi Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) membentuk Komisi PBB untuk Hak Asasi
Manusia pada 1946. Langkah untuk pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM semakin
nyata ketika Majelis Umum PBB mengeluarkan Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada 10 Desember 1948.
Deklarasi ini menjadi salah satu acuan bagi negara-negara anggota PBB untuk
menyusun langkah-langkah dalam penegakan HAM. Meski demikian, Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia tidak bersifat mengikat negara-negara anggota PBB.
Secara rinci, hak-hak asasi manusia tercantum dalam pembukaan dan 30 pasal yang
terdapat di dalam deklarasi tersebut.
Peran serta dan upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM di
Indonesia, tidak terlepas dari kesadaran internal atas perkembangan opini dunia
terhadap masalah-masalah demokratisasi dan hak asasi manusia. Hal ini dapat
kita lihat pada Pembuakaan UUD 1945 dan Batang Tubuhnya yang mencumkan
prinsip-prinsip pelaksanaan HAM.
Dalam perkembangan lebih lanjut, peran serta dan upaya pemajuan,
penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia dilakukan melalui hal-hal berikut :
1. Pada tanggal 7 Juni 1993, telah
diupayakan berdirinya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai
tindak lanjut Lokakarya tentang HAM yang diselenggarakan oleh Departemen Luar
Negeri RI dengan dukungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Salah satu tujuan
pembentukan Komnas HAM adalah untuk meningkatkan perlindungan hak asasi
manusia. Demi mewujudkan tujuan tersebut, maka Komnas HAM melakukan rangkaian
kegiatan antara lain :
a.
Menyebarluaskan
wawasan nasional dan internasional mengenai hak asasi manusia baik kepada
masyarakat Indonesia maupun kepada masyarakat internasional
b.
Mengkaji
berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak asasi manusia dengan
tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan/atau
ratifikasinya.
c.
Memantau
dan menyelidiki pelaksanaan hak-hak asasi manusia serta memberikan pendapat,
pertimbangan, dan saran kepada badan pemerintah negara mengenai pelaksanaan hak
asasi manusia.
d.
Mengadakan
kerja sama regional dan internasional dalam rangka memajukan dan melindungi hak
asasi manusia.
2.
Paska
Orde Baru (era reformasi), perhatian terhadap upaya pemajuan, penghormatan dan
penegakan HAM di Indonesia semakin nyata, yakni dengan disahkannya Ketetapan
MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia pada tanggal 13 November 1998.
Dalam ketetapan tersebut, MPR menugaskan kepada lembaga-lembaga negara dan
seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan
pemahaman tentang HAM. Selain itu, Presiden dan DPR juga ditugaskan untuk
segera meratifikasi berbagai instrumen internasional tentang HAM.
3.
Landasan
bagi penegakan HAM di Indonesia semakin kokoh setelah MPR melakukan amandemen
terhadap UUD 1945. Dalam amandemen UUD 1945 tersebut persoalan HAM mendapat
perhatian yang khusus dengan ditambahkannya bab XA tentang Hak Asasi Manusia
yang terdiri atas pasal 28 A hingga 28 J. hal ini menunjukkan keseriusan
Indonesia dalam menegakkan hak asasi manusia.
4.
Tonggak
lain dalam sejarah penegakkan hak asasi manusia di Indonesia adalah berdirinya
pengadilan HAM yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 26 tahun 2000.
Pengadilan HAM ini merupakan suatu pengadilan yang secara khusus menangani
kejahatan pelanggaran HAM berat yang meliputi kejahatan genosida dan kejahatan
terhadap kemanusiaan.
5.
Pembentukan
lembaga-lembaga yang menangani kejahatan HAM dan penyusunan beberapa instrumen
hukum pokok yang mengatur perlindungan terhadap HAM, secara nyata telah
mendorong penegakan HAM di Indonesia. Beberapa kasus kejahatan HAM yang terjadi
pada masa lalu kini mulai terkuak. seperti penanganan protes massa Tanjung
Priok 1984, kerusuhan dan penembakan mahasiswa pada Mei 1998.
6.
Pembentukan
Komisi Penyelidik Pelanggraan (KPP) HAM tahun 2003 yang mempunyai tugas pokok
untuk menyelidiki kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM. Di antara kasus-kasus
tersebut bahkan kasus Tanjung Priok dan kasus Timor-Timur telah ditangani oleh
Pengadilan HAM.
7.
Di
sisi lain, melalui berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), banyak pihak
melakukan pembelaan dan bantuan hukum (advokasi) terhadap para korban kejahatan
HAM.
D. Penegakkan Ham
Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia
secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah yang diberikan oleh Tuhan
Yang Maha Esa. Hak-hak seperti hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak untuk
mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak
keamanan, dan hak kesejahteraan merupakan hak yang tidak boleh diabaikan atau
dirampas oleh siapapun, seperti yang tercantum pada rumusan hak asasi manusia
sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia vide Tap MPR No.
XVII/MPR/1998.
Konsep hak asasi manusia sebagai hak yang melekat pada diri manusia sebagai
hak yang harus dihormati dan dilindungi, pada awalnya tumbuh pada tataran
nasional di Inggris, Amerika Serikat (AS), dan Perancis pada abad ke-17 dan 18.
Hal itu terbukti dengan dikeluarkannya Bill of Rights pada tahun 1689 di
Inggris, Virginia Declaration of Rights dan Declaration of Independence pada
tahun 1776 di AS, Déclaration des Droits de l’Homme et du Citoyen pada tahun
1789 di Perancis, dan Bill of Rights pada tahun 1791 di AS. Instrumen-instrumen
nasional ini menetapkan pokok-pokok yang sekarang dikenal sebagai human rights
(hak asasi manusia).
Pada abad ke-19 dan dasawarsa awal
abad ke-20, konsep hak asasi manusia (HAM) mulai berkembang di tataran
internasional. Konsep ini sudah mulai dianut oleh komunitas bangsa-bangsa dalam
melakukan hubungan di antara mereka. Upaya komunitas internasional untuk
memantapkan pengakuan dan penghormatan HAM mencapai kulminasinya pada tanggal
10 Desember 1948 dengan diterima dan diproklamasikannya Universal Declaration
of Human Rights (UDHR). Deklarasi ini menetapkan hak dan kebebasan setiap orang
yang harus diakui dan dihormati serta kewajiban setiap orang untuk dipenuhi.
Walaupun terlambat, lima puluh tahun setelah PBB memproklamasikan UDHR,
lahirnya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan tonggak sejarah yang
strategis dalam bidang HAM di Indonesia. Tenggang waktu setengah abad yang
dirasa cukup lama menunjukkan bahwa betapa rumitnya bangsa ini dalam mengadopsi
dan menyesuaikan nilai-nilai universal dengan nilai-nilai mengenai HAM yang
sudah dianut.
Terbentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada tahun 1993
mendapat tanggapan positif dari berbagai kalangan di Indonesia, terbukti dengan
banyaknya laporan dari masyarakat kepada Komnas HAM sehubungan banyaknya
pelanggaran HAM yang terjadi selama ini. Hal ini di satu sisi menunjukkan
betapa besarnya perhatian bangsa Indonesia terhadap penegakan HAM, namun di
sisi lain menunjukkan pula betapa prihatinnya bangsa Indonesia terhadap
pelanggaran HAM yang selama ini terjadi di negeri ini.
Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden no.40 tahun 2004 telah
mengesahkan Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM) Indonesia Kedua tahun 2004 -
2009 yang merupakan kelanjutan dari RAN HAM Indonesia Pertama tahun 1998 -
2003.
1. Pengakuan dan Upaya Menegakkan Hak Asasi Manusia di
Indonesia
Meskipun Republik Indonesia lahir sebelum diproklamirkannya UDHR, beberapa
hak asasi dan kebebasan fundamental yang sangat penting sebenarnya sudah ada
dan diakui dalam UUD 1945, baik hak rakyat maupun hak individu, namun
pelaksanaan hak-hak individu tidak berlangsung sebagaimana mestinya karena
bangsa Indonesia sedang berada dalam konflik bersenjata dengan Belanda. Pada
masa RIS (27 Desember 1949-15 Agustus 1950), pengakuan dan penghormatan HAM,
setidaknya secara legal formal, sangat maju dengan dicantumkannya tidak kurang
dari tiga puluh lima pasal dalam UUD RIS 1949. Akan tetapi, singkatnya masa
depan RIS tersebut tidak memungkinkan untuk melaksanakan upaya penegakan HAM
secara menyeluruh.
2. Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di
Indonesia
Pendekatan keamanan yang terjadi di era Orde Baru dengan mengedepankan
upaya represif tidak boleh terulang kembali. Untuk itu, supremasi hukum dan
demokrasi harus ditegakkan. Pendekatan hukum dan pendekatan dialogis harus
dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban
dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat, memberikan
perlindungan kepada setiap orang dari perbuatan melawan hukum, dan menghindari
tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakkan hukum.
Sentralisasi kekuasaan yang terjadi selama ini perlu dibatasi.
Desentralisasi melalui otonomi daerah dengan penyerahan berbagai kewenangan
dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah perlu dilanjutkan. Otonomi
daerah sebagai jawaban untuk mengatasi ketidakadilan tidak boleh berhenti,
melainkan harus ditindaklanjuti dan dilakukan pembenahan atas kekurangan yang
selama ini masih terjadi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar yang dimiliki manusia karena
martabatnya sebagai manusia dan bukan di berikan oleh masyarakat atau negara.
Sejarah kelahiran HAM di mulai di Inggris. Bangsa Inggris memiliki tradisi
perlawanan terhadap para Raja yang berusaha untuk berkuasa secara mutlak.
a. Tahun 1215, kaum bangsawan memaksa Raja
John untuk menerbitkan Magna Charta Libertatum (Larangan penghukuman,
penahanan, dan perampasan benda dengan sewenang-wenang).
b.
Tahun
1679, terbit Habeas Corpus Act (orang ditahan harus dihadapkan pada Hakim dalam
waktu 3 hari dan di beritahu atas tuduhan apa ia ditahan).
c.
Tahun
1689, terbit Bill of Rights (Akta Deklarasi Hak dan Kebebasan Kawula dan
Tatacara Suksesi Raja). Akta ini merupakan konstitusi modern pertama di dunia.
Dalam Akta tersebut ditegaskan bahwa raja tunduk kepada parlemen, tidak dapat
memungut pajak ataupun memiliki pasukan pada masa damai tanpa persetujuan
parlemen, dan harus mengakui hak-hak parlemen. UU ini masih diskriminatif
karena hanya mengakui hak kaum bangsawan (itupun hanya laki-laki).
Era
Orde Baru (1966-1998) di bawah kepemimpinan Jenderal
Soeharto yang menyatakan
diri hendak melakukan koreksi secara menyeluruh terhadap penyimpangan Pancasila
dan UUD 1945, juga tidak menunjukan perkembangan yang berarti. Walaupun
menyatakan sebagai orde kontitusional dan pembangunan, tetapi rezim ini kurang
konsisten terhadap konstitusi dan melakukan pelanggaran HAM atas nama
pembangunan. Begitu pula rancangan Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban Warga Negara yang
disusun oleh MPRS pada 1966 tidak kunjung muncul dalam bentuk ketetapan MPR
hingga berakhirnya kekuasaan Orde Baru (1998).
DAFTAR PUSTAKA
Djehar, Muhammad Budairi, HAM versus Kapitalisme,
Yogyakarta: INSIST Press, 2003.
Ubaidillah Ahmad dkk, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat
Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif
Hidayatullah, 2000.
Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta :
Paradigma.
Sadjiman, Djunaedi. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan.
Daerah :Tanpa Nama Penerbit.
Sumarsono, dkk. 2006. Pendidikan kewarganegaraan. Jakarta
: Gramedia Pustaka Utama.
Labels:
makalah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment