Popular Posts
-
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Rempah-rempah telah luas dikenal sebagai pemberi cita rasa atau bumbu dan disamping itu rempa...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuhan tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan mengalami gangguan oleh b...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain d...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Al-Qur ’ an sebagai kitab suci rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi seluruh alam yang didalamn...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Entomologi adalah salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari serangga. Istilah ini bera...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses sosial adalah setiap interaksi sosial yang berlangsung dalam suatu jangka waktu yang...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama adalah suatu sistem nilai yang diakui dan diyakini kebenarannya dan merupakan jalan men...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Judul : Kiamat Kecil Di Sempadan Pulau C. Pengarang ...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bola basket adalah olahraga bola berkelompok yang terdiri dari dua tim yang beranggotakan...
Kode
Blogger news
Blogroll
About
Blog Archive
-
▼
2014
(36)
-
▼
August
(36)
-
▼
Aug 26
(31)
- MAKALAH IPA DAN TEKNOLOGI
- INTRAKSI SOSIAL
- INTRAKSI SPESIAL
- MAKALAH IMAN KEPADA RASUL
- MAKALAH ILMU TAJWID
- MAKALAH ILMU FILSAFAT
- MAKALAH IBADAH MADHA DAN GHOHIRU MADHA
- HUKUM KONTRAK
- MAKALAH HIDROGEN DAN MINYAK BUMI
- MAKALAH HAMA DAN PENYAKIT
- MAKALAH HAK ASASI MANUSIA (HAM)
- MAKALAH HAKIKAT MANUSIA
- MAKALAH GIZI DAN KESEHATAN
- MAKALAH FILSAFAT
- MAKALAH FASILITAS
- FAKTUR TEMPORAL
- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDIDIKAN
- MAKALAH ENTOMOLOGI LABA-LABA
- MAKALAH DOSA BESAR DAN SYIRIK
- MAKALAH DEMAM BERDARAH
- MAKALAH DAMPAK EKONOMI
- CERPEN
- BUNGA LAWANG
- MAKALAH BUMI DAN ISINYA
- MAKALAH BUMI DAN ALAM SEMESTA
- Makalah Buah Manggis
- Basket
- Bahasa dan Masyarakat
- Bahasa dan Kebudayaan
- Aspek Pemasaran
- AGAMA (MANUSIA)
-
▼
Aug 26
(31)
-
▼
August
(36)
Categories
- makalah (36)
Jadikan Hari Mu lebih Berwarna Dengan Memabaca
Powered by Blogger.
Tuesday, 26 August 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama adalah suatu sistem nilai yang
diakui dan diyakini kebenarannya dan
merupakan jalan menuju keselamatan
hidup. Agama merupakan suatu hakikat
eksternal, dapat dikatakan agama merupakan
kumpulan hukum dan ketentuan ideal yang
mendiskripsikan sifat-sifat dari kekuatan Ilahiah
itu dan kumpulan kaidah-kaidah praktis yang
menggariskan cara beribadah kepada-Nya. Islam
berasal dari kata aslama, yuslimu yang berarti
menyerah, tunduk dan damai. Islam dalam arti
terminologi berarti agama yang ajaran- ajarannya
diberikan oleh Allah kepada manusia melalui
para Rasul-Nya untuk keselamatan hidup manusia.
Dalam al-Quran dikatakan bahwa agama
Allah adalah Islam yang telah diturunkan melalui
perantara para Rasul.
Agama merupakan ibadah dan konsekuensi ibadah manusia hanya kepada Allah. Islam dijelaskan dalam Al Qur’an sebagai agama.
Kata ini merupakan bentuk masdhar
dari dana-yadinu, yang memiliki
beberapa arti yaitu: taat atau patuh,
wara’, agama, mazhab, keadaan, cara, atau kebiasaan,
raja’, paksaan dan pembalasan atau perhitungan.
Apabila makna-makna di atas dikaitkan
dengan arti yang dikandung oleh
Islam, maka hubungan yang erat
terdapat pada makna kepatuhan atau ketaatan.
Dengan demikian, seorang muslim (pemeluk
agama Islam) adalah orang yang telah menyatakan
tunduk dan patuh kepada perintah Allah.
Dalam makalah ini akan dibahas beberapa hal
yang berkaitan dengan ibadah yang didasari oleh
hadits dan ayat al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tentang Ibadah
Pilar islam yang pertama yaitu akidah dan pilar Islam yang kedua adalah
ibadah. Ibadah berasal dari kata ‘abada, ya’budu, yang berarti menghamba atau
tunduk dan patuh. ‘abdun berarti budak atau hamba sahaya, alma’bad berarti
mulia dan agung, ‘abada bih berarti selalu mengikutinya, alma’budberarti yang
memiliki, yang dipatuhi dan diagungkan. Jika makna kata-kata tersebut diurutkan
akan menjadi susunan kata- kata yang logis, yaitu: “Jika seseorang menghambakan
diri terhadap yang lain, ia akan mengikuti, mengagungkan, memuliakan, mematuhi dan
tunduk“.
Pada riwayat Bukhari ini ditemukan 7 [tujuh] sanad namun rangkaian sanad
tersebut memiliki mutabi’ pada tingkatan tabi’in maupun tabi’
tabi’in.Dijelaskan dalam fath al-Bari syarh Shahih Bukhori, bahwa niat
merupakan kunci dari semua ibadah dan perbuatan. Bahwa niat menentukan segala perbuatan
yang dilakukan[3] dan melandasi setiap bentuk ibadah baik yang nampak maupun
yang tidak nampak.
Akan tetapi dalam tingkatan shahabat tidak memiliki syawahid karena hanya diriwayatkan
oleh an-Nu’man ibn Basyir. Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa do’a adalah ibadah.Secara
terminologis, pengertian ibadah terpetak-petak dengan rumusan yang bervariasi menurut
berbagai disiplin ilmu.
B.
Pengertian Ibadah Mahdah Dan Ibadah Mahdhah

Dalam ibadah seperti ini seorang muslim
tidak boleh mengurangi atau menambah-nambah dari apa saja yang telah
diperintahkan Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah.2 Oleh karena itu, melaksanakan peribadatan
yang bersifat khusus ini harus mengikuti contoh rasul yang diperbolehkan
melalui ketentuan yang dimuat dalam hadits-hadits shahih. Satu kaidah yang amat
penting dalam pelaksanaan ibadah ini adalah “semua
haram, kecuali yang diperintahkan Allah dan dicontohkan olehRasulullah.”

Secara etomologis,ibadah diambil dari kata ‘ abada, ya’budu, ‘abdan, fahuwa
‘aabidun. ‘Abid, berarti hamba atau budak, yakni seseorang yang tidak memiliki
apa-apa, harta dirinya sendiri milik tuannya, sehingga karenanya seluruh
aktifitas hidup hamba hanya untuk memperoleh keridhaan tuannya dan
menghindarkan murkanya.
Manusia adalah hamba Allah “‘Ibaadullaah” jiwa raga haya milik Allah, hidup
matinya di tangan Allah, rizki miskin kayanya ketentuan Allah, dan diciptakan
hanya untuk ibadah atau menghamba
kepada-Nya:
Tidak
Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu (QS.
51(al-Dzariyat ): 56).
C. Perbedaan Ibadah Madhah Dan Ibadah Mahdhah
Ibadah mahdhoh
adalah ibadah yang murni ibadah, jadi semata-mata tujuannya untuk cari pahala.
Contohnya adalah shalat dan puasa.
Contohnya adalah shalat dan puasa.
Ibadah ghoiru
mahdhoh adalah ibadah yang tidak murni ibadah. Satu sisi ibadah ini bisa
bernilai ibadah jika diniatkan karena Allah dan bisa tidak bernilai ibadah jika
hanya berniat untuk dunia.
Contohnya
adalah:
a. Bekerja
untuk mencari nafkah
b.
Tersenyum dengan orang lain
c.
Tolong menolong sesame
d.
Menafkahkan harta di jalan Allah
Para ulama menjelaskan bahwa ibadah mahdhoh jika dkerjakan
tanpa tuntunan, jelas hal ini adalah amalan yang sia-sia. Seperti shalat yg
dilakukan diniatkan pada malam jumat kliwon, ini jelas tidak ada tuntunan. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Barangsiapa melakukan suatu amalan
tanpa tuntunan dari kami, maka amalan itu tertolak. ” (HR Muslim). Jadi harus
perlu dasar dalam ibadah jenis ini. Sehingga ada kaedah dalam ibadah: “Hukum
asal ibadah itu terlarang, sampai ada dalil yang menuntunkannya.”
Sedangkan ibadah ghoiru mahdhoh, ini baru jadi ibadah dan
berpahala jika diniatkan untuk ibadah, seperti cari nafkah untuk hidupi
keluarga diniatkan karena Allah. Namun jika diniatkan hanya untuk cari kerja
saja sebagaimana kewajibn kepala keluarga, maka ini tidak bernilai pahala. Jadi
amalan ini asalnya mubah. Jika diniatkan karena Allah baru bernilai pahala.
D.
Hikmah Ibadah Mahdhah
Pokok dari semua
ajaran Islam adalah “Tawhiedul ilaah” (KeEsaan Allah) , dan ibadah mahdhah itu
salah satu sasarannya adalah untuk mengekpresikan ke Esaan Allah itu, sehingga
dalam pelaksanaannya diwujudkan dengan:
a. Tawhiedul wijhah (menyatukan arah
pandang). Shalat semuanya harus menghadap ke arah ka’bah, itu bukan menyembah
Ka’bah, dia adalah batu tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi madharat,
tetapi syarat sah shalat menghadap ke sana
untuk menyatukan arah pandang, sebagai perwujudan Allah yang diibadati
itu Esa. Di mana pun orang shalat ke arah sanalah kiblatnya (QS. 2: 144).
b. Tawhiedul harakah (Kesatuan gerak). Semua
orang yang shalat gerakan pokoknya sama, terdiri dari berdiri, membungkuk
(ruku’), sujud dan duduk. Demikian halnya ketika thawaf dan sa’i, arah putaran
dan gerakannya sama, sebagai perwujudan Allah yang diibadati hanya satu.
c. Tawhiedul lughah (Kesatuan ungkapan atau
bahasa). Karena Allah yang disembah (diibadati) itu satu maka bahasa yang
dipakai mengungkapkan ibadah kepadanya hanya satu yakni bacaan shalat, tak
peduli bahasa ibunya apa, apakah dia mengerti atau tidak, harus satu bahasa,
demikian juga membaca al-Quran, dari sejak turunnya hingga kini al-Quran adalah
bahasa al-Quran yang membaca terjemahannya bukan membaca al-Quran.
E. Hakikat Ibadah
Ibadah itu pada
hakikatnya dalam rangka tiga hal:
ü Pertama, membina diri dengan baik.
Jika orang beribadah, tapi dirinya tidak terbina, sebenarnya ia belum
mencapai tujuan itu. Misalkan, dia sering datang ke pengajian, tapi sifatnya
tetap saja tidak pernah berubah. Ini berarti, bahwa dia menyimpang dari tujuan
ibadah.
Mendidik dirinya itu adalah dalam rangka membina hubungan dengan sesama,
dengan lingkungan, dan dengan Penciptanya. Jadi, kalau kita mendengarkan
pengajian, dan pengajian itu adalah ibadah, maka seharusnya pembinaan diri
tersebut menjadi meningkat. Misalkan, kita mengetahui bahwa minuman yang
memabukkan itu diharamkan oleh agama, yang hal tersebut kita ketahui setelah
mendengarkan ceramah agama. Namun setelah itu, ternyata kita tetap mengkonsumsi
minuman yang memabukkan tersebut. Jika seperti ini, berarti kita belum sempurna
membina diri kita dalam rangka mencapai ibadah.
ü Kedua, dalam rangka mensucikan diri kita.
Mensucikan diri yang dimaksud adalah: Pertama, mensucikan diri dari
sifat-sifat yang kotor. Kedua, mensucikan diri dari perbuatan-perbuatan kotor.
Sifat kotor akan mendorong kita melakukan perbuatan-perbuatan kotor. Makanya,
perbuatan kotor itu kita minimalkan, bahkan kita hilangkan dari diri kita
sendiri. Ketiga, membersihkan diri dari perbuatan-perbuatan dosa. Jika kita
pernah melakukan perbuatan dosa, maka kemudian kita bertobat kepada Allah dan
beristighfar. Itulah tujuan dari ibadah yang kita lakukan.
ü Ketiga, mengisi diri dengan sifat yang
terpuji, mengisi diri dengan perbuatan baik, dan mengisi diri dengan perbuatan
yang berpahala.
Kalau begitu, sasaran ibadah itu pada hakikatnya adalah untuk membina diri,
mensucikan diri, dan mengisi diri. Di dalam kehidupan kita sebagai khalifah
Allah, maka ada dua hal yang harus kita perhatikan. Pertama, ada yang harus
dijaga. Kedua, ada yang harus dihindari. Yang harus dijaga tersebut ada empat
hal: Pertama, menjaga hubungan baik dengan diri sendiri. Kedua, menjaga
hubungan dengan sesama manusia. Ketiga, menjaga hubungan dengan lingkungan.
Keempat, menjaga hubungan dengan Allah. Yang harus dihindari tersebut juga ada
empat hal, yaitu: penzaliman terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia,
terhadap lingkungan, dan terhadap Allah.
F. Tujuan Ibadah
Tujuan ibadah ada dua (baik itu ibadah mahdhah, maupun ibadah ghairu
mahdhah). Pertama, untuk mencapai kesenangan hidup di dunia. Kedua, untuk
mencapai ketenangan hidup di akhirat. Atau secara sederhananya yaitu untuk
mencapai kesenangan dan ketenangan dunia dan akhirat. Berbagai macam kesenangan
dunia kita lakukan tak lain adalah untuk meraih kesenangan dan ketenangan
akhirat. Misalkan bekerja. Dengan bekerja, maka seseorang akan mendapatkan
uang. Dengan uangnya tersebut, maka ia akan mendapatkan kesenangan dunia, dan
juga akan semakin memudahkannya untuk melakukan ibadah mahdhah, misalkan
berzakat ataupun menunaikan ibadah haji.
Rasulullah mengatakan, “Orang yang paling gampang masuk surga adalah orang
kaya yang mau bersedekah.”
Mendengar itu, seorang sahabat berkata, “Ya Rasul, bagaimana kalau saya ini
tidak kaya?”
Rasulullah kemudian menanyakan kepada sahabat tersebut, “Apakah kamu
memiliki kurma?”
“Punya, ya Rasul,” jawab sahabat tersebut.
“Kalau kamu memang memiliki kurma, maka bagi dua-lah kurma tersebut.
Setengahnya sedekahkan kepada orang lain, sedangkan setengahnya lagi untukmu.
Setengah yang kamu bagikan kepada orang lain tersebut akan mengantarkan kamu
untuk masuk surga bersama orang kaya yang suka bersedekah,” perjelas Rasulullah
kepada sahabat tersebut.
Lalu ada lagi sahabat yang bertanya ketika itu, “Ya Rasul, saya tidak kaya
dan tidak punya kurma. Kalau seperti ini, berarti saya susah masuk surga?”
Lalu Rasulullah bertanya kepada sahabat tersebut, “Apakah kamu mempunyai
air satu gelas?”
“Punya, ya Rasul,” jawab sahabat tersebut.
“Kalau begitu, yang satu gelas tersebut kamu bagi dua. Setengahnya untuk
kamu, sedangkan setengahnya lagi kamu sedekahkan kepada orang lain yang
membutuhkan. Maka setengah yang kamu sedekahkan kepada orang lain itu akan
mengantarkan kamu masuk surga bersama orang yang punya kurma yang dibagi dua
tadi, dan juga bersama dengan orang kaya yang suka bersedekah.”
Lalu ada lagi yang bertanya, “Ya Rasul, saya ini tidak kaya, tidak punya
kurma, dan juga tidak punya air satu gelas. Kalau begitu saya ini akan susah
masuk surga?”
Lalu dijawab oleh Rasulullah, “Kalau kamu tidak mempunyai ketiga-tiganya
itu, maka sedekahkanlah kepada saudaramu kalimat-kalimat yang baik,
nasihat-nasihat yang baik, serta ucapan-ucapan yang baik.”
Nabi juga pernah mengatakan, “Hak seorang muslim itu adalah untuk didatangi
pada saat ia sakit.” Jika itu adalah hak seorang muslim, maka muslim yang
lainnya berkewajiban untuk mendatangi muslim yang sedang sakit tersebut. Lalu
Nabi juga pernah mengatakan, “Ketika kalian mendatangi orang yang sedang sakit,
coba usap-usaplah dia dengan mengatakan, bersabarlah, karena ini ujian Allah.”
Jadi, kita tidak perlu merasa berat untuk mendatangi dan menjenguk orang yang
sedang sakit jika kita sedang tak memiliki apa-apa. Karena kita menjenguknya
itu dalam rangka “kalimat thayyibah” kepada mereka yang sakit itu. Patut juga
diketahui, kadang kala orang yang sakit itu kemudian menjadi sembuh lebih
dikarenakan motivasi dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Semua kenikmatan
itu diberikan oleh Allah karena kita diberikan kedudukan sebagai khalifatullah.
Khalifatullah yang sangat efektif adalah khalifatullah yang menyadari dirinya,
bahwa semua kenikmatan yang ada sekarang ini adalah kenikmatan yang diberikan
oleh Allah, dan kita mensyukurinya hanya dengan jalan beribadah kepada-Nya.
Ibadah itu sendiri bisa dikelompokkan ke dalam kategori berdasarkan
beberapa klasifikasi:
1. Pembagian
ibadah didasarkan pada umum dan khusus (khashashah dan ‘ammah)
o
Ibadah
‘ammah, yakni semua pernyataan baik yang dilakukan dengan niat yang baik dan
semata-mata karena Allah, seperti makan, minum, bekerja dan lain sebagainya
dengan niat melaksanakan perbuatan itu untuk menjaga badan jasmaniah dalam
rangka agar dapat beribadah kepada Allah.
o
Ibadah
khashashah ialah ibadah yang ketentuannya telah ditetapkan oleh nash, seperti
shalat, zakat, puasa dan haji.
2. Pembagian
ibadah dari segi hal-hal yang bertalian dengan pelaksanaannya:
o
Ibadah
jasmaniah, ruhiyah, seperti shalat dan puasa,
o
Ibadah
ruhiyah dan amaliyah, seperti zakat,
o
Ibadah
jasmaniah ruhiyah dan amaliyah, seperti mengerjakan haji.
3. Pembagian
ibadah dari segi kepentingan perseorangan atau masyarakat:
o
Ibadah
fardhi, seperti salat dan puasa,
o
Ibadah
ijtima’i seperti zakat dan haji.
4. Pembagian dari
segi bentuk dan sifatnya:
o
Ibadah
yang berupa perkataan atau ucapan lidah, seperti membaca do’a, membaca Al
Qur’an, membaca dzikir, membaca tahmid dan mendoakan orang yang bersin,
o
Ibadah
yang berupa pekerjaan tertentu bentuknya meliputi perkataan dan perbuatan,
seperti shalat, zakat, puasa, dan haji,
o
Ibadah
yang sifatnya menggugurkan hak, seperti membebaskan hutang dan memaafkan orang
yang bersalah,
o
Ibadah
yang pelaksanaannya menahan diri, seperti ihram, puasa dan I’tikaf, dan menahan
diri untuk berhubungan dengan istrinya,
o
Ibadah
yang berupa perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti menolong orang
lain, berjihad, membela diri dari gangguan.
Dalam beribadah, terdapat
dua syarat yang harus dipenuhi, yakni:
o
Sah,
maksudnya amal itu dilakukan sesuai dengan kehendak syara’
o
Ikhlas,
yakni semata-mata karena Allah.
Dalam konstruk ahli fiqih, sah ialah lawan batal. Perbuatan yang dihukumi
sah, ila memenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Dalam urusan perkawinan bila
tidak terpenuhi rukun, disebut batal dan bila tidak memenuhi syarat-syaratnya
maka fasid.
G. Bentuk-bentuk Ibadah Mahdhah & Ghairu Mhadhah

a.
Keberadaannya
harus berdasarkan adanya dalil perintah,
b.
Tatacaranya
harus berpola kepada contoh Rasul saw.
c.
Bersifat
supra rasional (di atas jangkauan akal)
d.
Azasnya
“taat”

a.
Keberadaannya
didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang
b.
Tatalaksananya tidak perlu berpola
kepada contoh Rasul,
c.
Bersifat rasional,
d.
Azasnya “Manfaat”
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berbagai pembagian ibadah di atas telah dijelaskan bahwa ibadah khashasah
(dapat dipahami sebagai ibadah mahdlah) ialah yang ditentukan bentuk ketentuan
dan pelaksanannya. Sedang ibadah ‘ammah (dipahami sebagai ibadah ghairu
mahdlah) adalah semua perbuatan yang mendatangkan kebaikan dan dilaksanakan
dengan niat semata-mata karena Allah. Pernyataan diatas, seakan-akan niat
merupakan kriteria pada ibadah ‘ammah dan tidak merupakan kriteria pada ibadah
mahdhah, padahal niatpun ada pada ibadah mahdlah. Sebagian berpendapat niat
adalah rukun, sebagian berpendapat merupakan syarat.
Jika kita sudah menyadari bahwa diri kita sebagai “Khalifah Allah”,
kemudian penciptaan kita itu adalah dalam rangka beribadah kepada Allah, semua
ibadah yang kita lakukan dalam rangka menjaga empat hubungan tadi dan
menghindari empat hubungan tadi, maka manusia tersebut menjadi manusia yang
muttaqin sejati.
Jadi, kalau kita ingin mendapatkan predikat orang yang bertaqwa sejati,
maka sebenarnya ajaran-ajaran tersebutlah yang harus kita laksanakan. Orang
yang bertakwa secara sejati, maka akan ada keseimbangan di dalam hidupnya. Dia
selalu menjaga hubungannya dengan dirinya, dengan sesamanya, dengan alam, dan
dengan Tuhannya.
Kalau manusia sudah seperti itu, pasti dia akan hasanatan fiddunya wa
hasanatan fil akhirah. Di dalam tasawuf, manusia seperti inilah yang dinamakan
insanul kamil, yaitu manusia yang sudah mencapai derajat para Nabi, terutama
mencapai derajat Rasulullah Muhammad SAW. Derajat para Nabi yang dimaksud
adalah derajat dalam hal amal ibadah, bukan sebagai Nabinya.
DAFTAR PUSTAKA
Labels:
makalah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment